Monday, March 8, 2010

// // Tulis Komentar

Rasulullah dan Intelijen yang Berakhlaq


Rasulullah mengenalkan strategi intelijen sudah 14 abad lalu. Bedanya, kegiatan mata-mata ini tak seperti gaya BIN, atau CIA yang melakukan penculikan atau merekayasa demi kekuasaan. Intelijen merupakan salah satu unsur dari manajemen yang telah digunakan oleh manusia sejak zaman prasejarah. Ilmu intelijen bahkan berkembang menjadi salah satu unsur manajemen perang sejak 400 tahun sebelum masehi. Salah satu tugas pokok dari intelijen adalah kemampuan menggambarkan perkiraan keadaan yang akan terjadi secara tepat, sehingga selain mendapatkan informasi penting juga diharapkan mampu memenangkan peperangan. Selain itu, fungsi intelijen juga memperkecil resiko yang timbul baik terhadap manusia (pasukan) maupun peralatan (logistik). Kirka secara sederhana mencakup empat hal penting, yakni terhadap pasukan sendiri (intern), terhadap pasukan lawan, terhadap medan atau lokasi di lapangan dan terhadap cuaca.

Intelijen yang Berakhlaq


Islam telah mengenal fungsi intelijen 1400 tahun, setelah Muhammad menjadi Rasul. Meski secara teknologi kalah dibanding zaman modern, dasar-dasar intelijen yang telah dikenalkan oleh Rasulullah Muhammad SAW jauh lebih berakhlaq.
Bulan Jumadil Akhir 1424, seorang sahabat bernama Abdullah bin Jahsy Asady, beserta dua belas sahabat dari kalangan muhajirin diperintahkan Rasulullah berangkat untuk menjalankan sebuah operasi intelejen rahasia. Ikut dalam rombongan itu Sa'ad bin Abi Waqqash dan 'Utbah bin Ghazwan. Rasulullah SAW memberinya sebuah surat yang boleh dibaca jika perjalanan mereka sudah mencapai dua hari. Setelah dua hari dalam perjalanan, sang komandan, Abdullah bin Jahsy kemudian membuka isi surat tersebut. Isinya, tak lain adalah sebuah perintah untuk memata-matai musuh: "Berangkatlah menuju Nikhlah, antara Mekkah dan Tha'if. Intailah keadaan orang orang Quraisy di sana dan laporkan kepada kami keadaan mereka." Selepas membaca surat itu, Abdullah bin Jahsy dan para rombongan kemudian berujar, "Kutaati perintah ini!" Kemudian diceritakanlah isi surat Rasulullah tersebut kepada para sahabatnya yang lain seraya berkata, "Rasul Allah telah melarang aku memaksa seorang pun dari kalian. Siapa yang ingin mati sebagai pahlawan syahid, marilah berjalan terus bersama aku, dan siapa yang tidak menyukai hal tersebut hendaklah dia pulang...!" Muhammad adalah panglima perang sejati. Saat melalukan pembebasan negeri Mekah dari suku Quraisy, Nabi Muhammad –ketika itu berencana—akan mengerahkan 10.000 pasukan tentara Muslim. Untuk mempertahankan ‘serangan mendadak’ ini, Rasulullah kemudian melepaskan petugas intelijennya menuju Mekah yang ditugaskan mengacaukan informasi pada musuh agar mereka tidak mengerti bila pasukan Islam yang berencana melakukan serangan mendadak itu jumlahnya banyak. Untuk kepentingan intelijen dan kerahasiaan militer, Nabi Muhammad bahkan menyimpan rapat-rapat informasi jumlah pasukan ini bahkan kepada istri tercinta Siti Aisyah atau pada sahabat kepercayaannya sendiri, Abu Bakar Ash Shidiq. Esoknya, dalam penyerangan mendadak itu kau kafir Quraisy benar-benar kelabakan dan kedodoran. Mereka tak menyangka di pagi hari buta itu, telah datang puluhan ribu orang dari pasukan Islam di kota Mekah. Tanpa persiapan, mereka kemudian menyerah. Muhammad paham, orang Quraisy tak akan melakukan perlawanan. Sebab, di tangannya, Rasulullah telah menguasai informasi kekuatan musuh, situasi yang bakal terjadi, hingga informasi logistik, menyangkut keadaan jalan-jalan yang akan dilalui pasukan Islam dan kondisi mata air. Detil, rapi dan rahasia. Itulah strategi Muhammad dalam menjalankan perang dan intelijen. Bedanya, Nabi Muhammad tak pernah mengajarkan kerja-kerja intelijen yang keluar dalam akhlaq Islam sebagaimana halnya gaya intelejen modern sekarang ini. Muhammad tak pernah memerintahkan pasukan pengintainya untuk melakukan fitnah terhadap musuh, menculik atau menghilangkan nyawa orang tanpa alasan syar’I. Jauh berbeda dengan intelijen Indonesia atau CIA seperti ratusan kasus-kasus rekayasa jahatnya terhadap umat Islam selama ini.

Misi Rahasia


Rasulullah juga pernah melakukan operasi intelijen dan misi rahasia ke pasukan musuh। Seorang sahabat Abdullah bin Unis dikirim Rasulullah menyusup masuk ke dalam pusat kekuatan musuh. Sasaran utama misi itu adalah Bani Lihyaan dari Kabilah Huzail yang dipimpin oleh panglima mereka, Khalid bin Sofyan El Hazaly.
Misi ini dilakukan karena umat Islam mendapatkan kabar bahwa Khalid bin Sofyan El Hazaly tengah berupaya mengadakan pemusatan kekuatan pasukan gabungan kaum kafir yang cukup besar di daerah Uranah untuk menyerang Islam. Karena itu, Rasulullah mengirim Abdullah bin Unis untuk melakukan misi pengintaian sekaligus penyelidikan untuk membenarkan kabar berita tersebut. Abdullah kemudian berangkat dan melakukan menyamaran. Tak terduga, di tengah jalan, Abdullah bertemu Khalid yang ditemani beberapa wanita dan pasukannya. Khalid kemudian menyapa Abdullah, “Hai laki-laki, siapa gerangan Engkau?” Jawab Abdullah, “Saya adalah laki-laki Arab juga. Saya mendengar bahwa engkau telah memusatkan kekuatan pasukan untuk menyerang Muhammad. Apakah benar demikian?” tanya Abdullah. Dan tanpa curiga, Khalid membenarkan rencananya itu. Abdullah meminta diperbolehkan bergabung dan meminta dizinkan menemani Khalid. Tanpa curiga, Khalid mengizinkannya. Suatu kali, Abdullah mendapatkan Khalid sendirian dan terpisah dari pasukan utamanya. Abdullah tak menyia-nyiakan kesempatan emas itu, secepat kilat, Abdullah kemudian menyergap Khalid dan membunuh pemimpin kaum kafir itu dengan pedangnya. Peristiwa itu membuat kaum kafir gempar. Pasukan musyrikin geger dan urung menyerang umat Islam karena diketahui pemimpinnya telah tiada. Abdullah kemudian pulang ke Madinah setelah melakukan misi rahasianya.

Propaganda dan Tipuan


Dalam misi intelijen Rasulullah juga pernah melakukan propaganda untuk memperlemah kekuatan musuhnya. Dalam kisah, pernah suatu ketika kekuatan musuh gabungan porak-poranda dan bercerai-berai akibat tidak adanya kekompakan diantara mereka akibat propaganda yang dilancarkan Nu’aim bin Mas’ud Al-Ghathafany, mantan musuh yang kemudian bergabung ke pasukan Islam.
Nu’aim melakukan psyco war (perang urat syarat) dan propaganda yang membuat kekuatan musuh goyah dan bercerai-berai. Rasulullah juga pernah melakukan tipuan yang kratif untuk mengecoh lawan dalam peperangan. Suatu kali, ketika Rasulullah berencana akan berperang dengan kaum Quraisy. Di sebuah tempat, di Marru Dzahraan, tempat Rasulullah dan pasukannya bermarkas, beliau memerintahkan seluruh pasukannya menyalakan obor. Nyala obor 10.000 orang pasukan Islam itu kemudian bercahaya ke seluruh penjuru kota hingga kaum Quraisy melihatnya dari kejauhan. Melihat cahaya api pasukan Islam, Abu Sofyan berkata, “Belum pernah saya melihat malam seperti terbakar ini dan belum pernah pula saya melihat ada pasukan seperti ini!” Cerita itu kemudian cepat tersebar dari mulut ke mulut hingga sampai ke para pemimpin kaum Quraisy dan pasukan kafir. Akibat taktik itu, Rasulullah berhasil mengecoh lawan dengan mengesankan pasukan muslimin luar biasa banyaknya hingga membuat nyali pasukan musuh menjadi ciut. Sebagaian kaum kafir bahkan berlarian memeluk Islam agar aman, sebagian lainnya tetap melawan meski sudah tak lagi memiliki keberanian akibat sudah kalah secara psikologis. Dan Rasulullah akhirnya mampu menguasai Mekah tanpa ada perlawanan yang berarti. Nabi tak pernah melibatkan orang-orang yang tidak berasalah untuk dilibatkan dalam perang. Apalagi orang tua, wanita atau anak-anak. Ini berbeda dengan gaya kerja intel kita yang meniru intel CIA atau BIN yang bisa menjerat keluarga atau istri korban dengan UU Anti-Terorisme. Bahkan karena bernafsu memburu korban, intel-intel kita bisa melibatkan apa saja yang pernah dekat dengan si korban. Termasuk melibatkan teman dekat, kenalan hanya karena nama-nama kerabatnya ada di nomor HP “si korban”. Staf intelijen Rasulullah umumnya adalah perwira-perwira yang amanah dan berakhlaq tinggi. Mereka adalah orang yang memiliki integritas tinggi, kuat dalam ibadah, amanah memegang kejujuran, taat kepada perintah Rasul dan tidak keluar dari Al-Qur’an dan Sunnah. Intel gaya Rasulullah jauh antara langit dan bumi dibanding intel gaya CIA bahkan BIN sekalipun. Ketika Abdullah bin Jahsy mendapat perintah pengintaian langsung dari Rasulullah di kota Nikhlah, dekat Mekah dan Tha'if, komandan intel ini bahkan tak melakukan pemaksaan kepada anggota intel yang lain. "Rasul Allah telah melarang aku memaksa seorang pun dari kalian. Siapa yang ingin mati sebagai pahlawan syahid, marilah berjalan terus bersama aku, dan siapa yang tidak menyukai hal tersebut hendaklah dia pulang...!" Santun itulah akhlaq sfat intel Rasulullah. Dan akhlaq dalam strategi perang dan intelijen Rasulullah itu sudah diajarkan hampir 14 abad lalu. Berbeda dengan intel-intel kita meski kejadiannya sudah dikatakan abad modern. Intel-intel modern justru berusaha memojokkan orang, kelompok atau organisasi tertentu. Intel Rasulullah juga tidak akan melakukan rekayasa-rekayasa licik yang merugikan masa depan orang lain atau kelompok tertentu. Kecuali melalukan strategi dan taktik di medan perang. Bedanya, intel kita bisa memata-matai rakyatnya sendiri dan melalukan rekayasa-rekayasa tak terpuji --bahkan perintahnya justru dari negara lain.

Sumber

0 comments:

Post a Comment